KOTA AMBON

Rabu, 14 September 2011

Sejarah Ambon

Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya. Kelompok-kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok masyarakat tersebut telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari Bangsa Penjajah dan merupakan awal mulanya warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.

Sejarah Penentuan Lahirnya Kota Ambon
Hari lahir atau hari jadi kota Ambon telah diputuskan jatuh pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Kota Ambon. Bagaimana penentuan hari jadi kota kita yang telah berumur ratusan tahun itu, sejarahnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa yang mengambil inisiatif atau gagasan untuk mencari dan menentukan hari jadi atau hari lahir Kota Ambon adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon Almarhum Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty (Walikota yang ke- 9).
Untuk itu dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II Ambon tertanggal 10 Juli 1972 nomor 25/KPTS/1972 yang diubah pada tanggal 16 Agustus 1972, yang isinya mengenai pembentukan Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon dengan tugas untuk menggali dan menentukan hari lahir kota Ambon. Kemudian dengan suratnya tertanggal 24 Oktober 1972 nomor PK. I/4168 selaku Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon menyerahkan tugasnya itu kepada Fakultas Keguruan Universitas Pattimura untuk menyelenggarakan suatu seminar ilmiah dalam rangka penentuan hari lahir Kota Ambon.
Selanjutnya pada tanggal 26 Oktober 1972 Pimpinan Fakultas Keguruan mengadakan rapat dengan pimpinan Jurusan Sejarah dan hasilnya adalah diterbitkannya Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan Universitas pattimura tertanggal 1 Nopember 1972 nomor 4/1972 tentang pembentukan Panitia Seminar Sejarah Kota Ambon. Seminar sejarah ini berlangsung dari tanggal 14 sampai dengan 17 Nopember 1972, dihadiri oleh kurang lebih dua ratus orang yang terdiri dari unsur-unsur akademis, Tokoh Masyarakat dan Tokoh adat serta aparat Pemerintah Kodya Ambon maupun Provinsi Maluku.

Susunan Panitia seminar dicatat sebagai berikut ;

Ketua
Drs. John Sitanala (Dekan Fakultas Keguruan)
Wakil Ketua
Drs. John A. Pattikayhatu (Ketua jurusan Sejarah)
Sekretaris
Drs. Z. J. Latupapua (Sekretaris Fakultas Keguruan)
Seksi Persidangan yang terdiri dari tiga kelompok
·         Kelompok I diketuai Thos Siahay, BA.
·         Kelompok II diketuai Yoop Lasamahu, BA
·         Kelompok III diketuai Ismail Risahandua, BA
Panitia Pengarah/Teknis Ilmiah diketuai oleh Drs. J.A. Pattikayhatu,
1.     Drs. Tommy Uneputty
2.     Drs. Mus Huliselan
3.     Drs. John Tamaela
4.     Dra. J. Latuconsina
5.     Sam Patty, BA
6.     I. A. Diaz
Pemakalah terdiri dari 7 orang, 3 dari Pusat dan 4 dari daerah
1.     Drs. Moh. Ali (Kepala Arsip Nasional)
2.     Drs. Z. J. Manusama (Pakar Sejarah Maluku)
3.     Drs. I. O. Nanulaita (IKIP Bandung)
4.     Drs. J. A. Pattikayhatu (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
5.     Drs. T. J. A. Uneputty (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
6.     Drs. Y. Tamaela (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
7.     Dra. J. Latuconsina (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Seminar berlangsung dari tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 itu akhirnya menetapkan hari lahir kota Ambon pada tanggal 7 September 1575. Bahwa tahun 1575 diambil sebagai patokan pendirian kota Ambon ialah berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dianalisa dimana sekitar tahun tersebut sudah dimulai pembangunan benteng “Kota Laha” didataran Honipopu dengan mengerahkan penduduk di sekitarnya oleh penguasa Portugis seperti penduduk negeri / desa Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Merah dll. Benteng Portugis yang dibangun diberi nama “Nossa Senhora de Anuneiada”. Dalam perkembangannya kelompok pekerja benteng mendirikan perkampungan yang disebut “Soa” Kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar dari pembentukan kota Ambon kemudian (Citade Amboina) karena di dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tersebut sudah menjadi masyarakat geneologis teritorial yang teratur.
Pemukiman dan aktifitas masyarakat disekitar Benteng makin meluas dengan kedatangan migrasi dari utara terutama dari Ternate, baik orang-orang Portugis maupun para pedagang Nusantara sebagai akibat dari pengungsian orang-orang portugis dari kerajaan Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah. Peristiwa kekalahan Portugis tersebut membawa suatu konsekuensi logis dimana masyarakat di sekitar Benteng Kota Laha itu makin bertambah banyak dengan tempat tinggal yang sudah relatif luas sehingga persyaratan untuk berkembang menuju kepada sebuat kota lebih dipenuhi.
Selanjutnya tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921 , masyarakat kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai hasil manifestasi perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku di bahwa pimpinan Alexander Yacob Patty untuk menentukan jalannya Pemerintahan Kota melalui wakil-wakil dalam Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 07 September 1921 nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524). Ditinjau dari segi politik nasional, momentum ini merupakan saat penentuan dari Pemerintahan Kolonial Belanda atas segala perjuangan rakyat Indonesia di Kota Ambon yang sekaligus merupakan suatu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah. Ditinjau dari segi yuridis formal, tanggal 07 September merupakan hari mulainya kota memainkan peranannya di dalam pemerintahan seirama dengan politik penjajah dewasa itu. Momentum inilah yang menjadi wadah bagi rakyat Kota Ambon di dalam menentukan masa depan. Dilain pihak, kota Ambon sebagai daerah Otonom dewasa ini tidak dapat dilepaspisahkan daripada langka momentum sejarah.
Setelah Seminar Sejarah Kota Ambon yang berlansung tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 berhasil menetapkan tanggal 7 September 1575 sebagai Hari lahir Kota Ambon, maka untuk pertama kalinya pada tanggal 7 September 1973 Hari lahir Kota Ambon diperingati. Dan itu berarti sampai dengan saat ini (2003) Kota Ambon telah mencapai usia 427 tahun.

Sejarah Negeri Porto Saparua


Sekilas  tentangsejarah Negeri Porto dan letak geografisnya sebelum saya menguaraikan ataumengangkat  tentang   salah satu  kubudayaan Negeri   Porto,karena semua ini ada mempunyai mata rantai  hubungan  latar  belakang tentang  kebudayaan  itu  sendiri  yang  berpengaruh  di  dalam ciri khas  kehidupan s osial  masyarakat   Negeri  Porto, yang letak  di pulau Saparua.  Pada mulanya yang disebutpetuanan adalah suatu wilayah tempat  dimana  para penduduk mengumpulkan  hasil  hutan serta bahan makanan  untuk  keperluan sehari – hari.   Kemudian lama – kelamaan  wilayah  tersebut dinyatakan  sebagai  hak kelompok tersebut atau mereka menganggapdiri menjadi tuan atas wilayah tersebut. Itulah yang dikenal dengan  Hak  Ulayat  atau  Tanah Petuanan Negeri.  Demikianlah  Negeri Porto  mempunyai  tanah  ulayat  atau  tanah  petuanan negeri  pada  hampir seluruh  jasirah, bagian utara – barat  negeri  Porto ±  42  atau  lebih dari  pulau Saparua. Sedangkan sebelah selatanberbatasan dengan Negeri Haria,  kedudukan memanjang  dari barat ke timur 2 kmdengan lebar dari utara ke selatan 0,5 km, jadi luas wilayah hunian  ± 1 . Letaknya cukup strategis tepat padamulut teluk Haria, pintu keluar antara tanjung Hatulani dan Waihokal  menuju  Ambon atau menyusuri selat Saparua tembus tanjung Waiallo menuju ke pulau seram.  Sehingga negri  ini dinamakan Poru artinya menarik hati, dengan pelabuhannya bernama Namalesi artinya Pelabuhan  yang  indah.  Dengan 97 % beragama Kristen Protestan dansisa 3% beragama Kristen dari anggota gereja lain. 
Nama asli  Negeri Porto  adalah  Sama Suru Amalatu Poru Amarima. Samasuru:  ASA – AMA – USU – URU :  Ada  satu  Bapak yang berkuasa (berwenang) membawa masuk(mengumpulkan) orang – orang, Amalatu : orang – orang yang dikumpulkan padasatu negeri (aman) dan negeri itu di kepalai oleh seorang raja (latu), Porunama negeri yang artinya menarik hati,  Teun negeri  adalah  Amarima.Bapak yang berkuasa yang telah  menghimpun  semua orang  –  orang menjadi  satu  masihditelusuri sampai   sekarang,   karena  negeri   Porto   adalah   yang   sudah  amat  tua  dan terdaftar  pada  petaMarcopolo  pada tahun 1237 yang digambarkan dalam peta tersebut penempatannya bersama pulau besar   yang  bernama  Ceram  (pulau  seram),   dalampeta  tersebut   pulau – pulau  masih  jauh  dari keadaan sekarang ini,   Jadiagak sulit untuk  di telusuri nama bapaktersebut. Negeri Porto terdiri dari delapan  soa  atau uku,  kedelapan  uku  inidikelompokan dalam dua kelompok masing – masing Uku Toru (kelompok ketiga) danUku Rima (kelompok kelima).
Negeri Porto  adalah  negeri  adat  yang sudah tentu memiliki : istananegeri  ; Astana dengan nama  Paileimahu  yang  artinya tikar  jawa / lapangan  terbuka,  Baeleo  yang bernama Hatalepu dan bagi negeri patasiwa terdapat Batu Pamali atau batu pusat negeri.                                                                                                          
Juga  memiliki  sebuah  perigi  Negeri  yang  namanya   Lekapesi  artinya  perigi   yang  airnya   untuk mempersatukan,  mempunyai sebuah bendera warna dasar hitam,hijau, kuning dengan lukisan gajah putih ditengahnya, juga mempunyai sebuahPelabuhan Negeri bernama amalesi.                                                                                                                                                                 
Padaabad  ke 19 pelabuhan laut Negeri Portoberada didekat benteng Belanda yang bernama “DELF”,   posisi  benteng pada  lokasi  gedung gereja  GPM  Porto  “Irene”dan Sekolah Dasar Negeri 1 Porto,  yang  dihancurkan  pada  tanggal 15  Mei  1817 pada  pagi  hari meletusnya perang pattimura denganditawannya Residen Saparua “Van  Den  Berg” di dalam baeleo  Negeri Porto, yang perangnya dilanjutkan didusun Porto “Hitaupu” pada  siang  hari  dengan  menghancurkan  bala tantara Belanda yang datang untukmenyelamatkan Residen tersebut, dan pagi buta tanggal 16 Mei  1817 ke  Saparua serangan ke benteng  Duurstede yang  menelan  banyak  korban di pihak  Belanda.  Jadi   perang awal adalah pembuka jalan tentangperlawanan melawan penjajah di Nusantara berawal di Porto Saparua.  Pada awal   perang  di Porto pada tanggal 15 Mei 1817 inilah  yang  diangkat sebagai  hari Pahlawan Pattimura. Dengan adanya  peristiwa  itu  maka pelabuhan Negeri Porto  hancur dan  baru di bangun darurat  pada  tahun  2008 lalu  untuk menjelang acara Natal sedunia orangPorto. Demikian   adalah  sekilas   tentang sejarah  dari Negeri  Porto